Ya.. Tahun Baru 2014..
Tepatnya Pada Hari INI ..
Sebagai Umat Islam Jangan Merayakannya. Karena Ini adalah Ied yg haram dan aku akn bagi2 informasi di artikelku selanjutnya...
Mari Dibaca,..
BEBERAPA jam lagi, suara petasan dan terompet, kemungkinan akan bergema
di hampir seluruh penjuru bumi. Ya, acara menyambut tahun baru sekarang
ini identik dengan petasan, kembang api, dan tentu saja terompet. Dan
perayaan malam tahun baru boleh jadi merupakan hari pesta sedunia,
jutaan orang di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia, tumpah ke
jalan-jalan atau di tempat-tempat hiburan merayakan pergantian tahun. Di
tempat-tempat itu mereka meluapkan kegembiraan seakan-akan baru saja
memenangi sebuah pertandingan yang mahaberat.
Jika menilik
sejarah, perayaan tahun baru tidaklah sekadar pesta biasa, tetapi sarat
dengan berbagai tradisi keagamaan seperti kaum pagan, Kristen, dan juga
Yahudi.
Sebelum berlakunya kalender Gregorian, bangsa Eropa di
abad pertengahan umumnya menjadikan tanggal 25 Maret sebagai awal tahun
baru. Mereka . menyebut hari ini The Feast of Armounciarion, “Hari Raya
Pemberitahuan”. Di dalam tradisi Kristen, tanggal ini dipercaya sebagai
hari saat Bunda Maria didatangi Jibril yang memberitahukannya bahwa ia
akan melahirkan seorang anak Tuhan.
Setelah diperkenalkan
kalender Gregorian pada tahun 1582, secara bertahap kerajaan-kerajaan di
Eropa merayakan tahun baru setiap tanggal satu Januari. Kalender
Gregorian ini disebut juga kalender Kristen karena menjadikan kelahiran
Yesus sebagai tanggal pertama dari kalender tersebut. Meski demikian,
kapan persisnya kelahiran Yesus masih menjadi perdebatan di kalangan
umat Kristiani. Namun yang jelas, pembuatan kalender ini terkait dengan
kepentingan religius di dalam agama Kristen. Sebagai contoh, penetapan
hari Minggu (Sunday) sebagai hari libur. Hari ini merupakan hari khusus
untuk berkhidmat kepada Tuhan dalam tradisi Kristen, menggantikan hari
Sabtu yang lazim dalam tradisi Yahudi.
Salah satu hal yang unik
menjelang datangnya malam tahun baru adalah menjamurnya penjualan
terompet. Hal ini terkait dengan kesenangan orang merayakan malam tahun
baru dengan membunyikan terompet sekeras mungkin untuk memeriahkan
suasana. Kebisingan suara terompet ini mencapai puncaknya pada pukul dua
puluh empat, atau tepat tengah malam.
Tradisi meniup terompet
ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan.
Orang-orang Yahudi belakangan melakukan hal itu sebagai kegiatan ritual
yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka
melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru
Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet”, yang biasa
jatuh pada bulan September atau Oktober. Bentuk terompet yang melengkung
melambangkan tanduk domba yang dikorbankan dalam peristiwa pengorbanan
Isaac (Nabi Ishaq dalam tradisi Muslim). Hal ini sangat berbeda dengan
ajaran Islam yang menetapkan bahwa Nabi Ismail-lah, saudara Nabi Ishaq,
yang diminta Allah untuk dikorbankan.
Semula, budaya meniup
terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun
baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem
penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka
merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas
mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian
yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender
Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi
melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai),
sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan
bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun
Baru.
Sebenarnya shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai
terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum
Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan
ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan
berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa
pertengahan Renaisance hingga kini.
Bunyi terompet yang
bersahut-sahutan biasanya belum lengkap jika tidak diikuti dengan pesta
petasan dan kembang api. Sebagaimana membunyikan trompet, tradisi ini
merupakan ritual untuk mengusir setan di dalam tradisi bangsa Cina.
Selain itu, petasanjuga dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan.
[anggi satriadi/bataviase.co.id/pesantren virtual] -- islampos.com
Sebagai Umat Islam Jangan Merayakannya. Karena Ini adalah Ied yg haram dan aku akn bagi2 informasi di artikelku selanjutnya...
BEBERAPA jam lagi, suara petasan dan terompet, kemungkinan akan bergema di hampir seluruh penjuru bumi. Ya, acara menyambut tahun baru sekarang ini identik dengan petasan, kembang api, dan tentu saja terompet. Dan perayaan malam tahun baru boleh jadi merupakan hari pesta sedunia, jutaan orang di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia, tumpah ke jalan-jalan atau di tempat-tempat hiburan merayakan pergantian tahun. Di tempat-tempat itu mereka meluapkan kegembiraan seakan-akan baru saja memenangi sebuah pertandingan yang mahaberat.
Jika menilik sejarah, perayaan tahun baru tidaklah sekadar pesta biasa, tetapi sarat dengan berbagai tradisi keagamaan seperti kaum pagan, Kristen, dan juga Yahudi.
Sebelum berlakunya kalender Gregorian, bangsa Eropa di abad pertengahan umumnya menjadikan tanggal 25 Maret sebagai awal tahun baru. Mereka . menyebut hari ini The Feast of Armounciarion, “Hari Raya Pemberitahuan”. Di dalam tradisi Kristen, tanggal ini dipercaya sebagai hari saat Bunda Maria didatangi Jibril yang memberitahukannya bahwa ia akan melahirkan seorang anak Tuhan.
Setelah diperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582, secara bertahap kerajaan-kerajaan di Eropa merayakan tahun baru setiap tanggal satu Januari. Kalender Gregorian ini disebut juga kalender Kristen karena menjadikan kelahiran Yesus sebagai tanggal pertama dari kalender tersebut. Meski demikian, kapan persisnya kelahiran Yesus masih menjadi perdebatan di kalangan umat Kristiani. Namun yang jelas, pembuatan kalender ini terkait dengan kepentingan religius di dalam agama Kristen. Sebagai contoh, penetapan hari Minggu (Sunday) sebagai hari libur. Hari ini merupakan hari khusus untuk berkhidmat kepada Tuhan dalam tradisi Kristen, menggantikan hari Sabtu yang lazim dalam tradisi Yahudi.
Salah satu hal yang unik menjelang datangnya malam tahun baru adalah menjamurnya penjualan terompet. Hal ini terkait dengan kesenangan orang merayakan malam tahun baru dengan membunyikan terompet sekeras mungkin untuk memeriahkan suasana. Kebisingan suara terompet ini mencapai puncaknya pada pukul dua puluh empat, atau tepat tengah malam.
Tradisi meniup terompet ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Orang-orang Yahudi belakangan melakukan hal itu sebagai kegiatan ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet”, yang biasa jatuh pada bulan September atau Oktober. Bentuk terompet yang melengkung melambangkan tanduk domba yang dikorbankan dalam peristiwa pengorbanan Isaac (Nabi Ishaq dalam tradisi Muslim). Hal ini sangat berbeda dengan ajaran Islam yang menetapkan bahwa Nabi Ismail-lah, saudara Nabi Ishaq, yang diminta Allah untuk dikorbankan.
Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Sebenarnya shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga kini.
Bunyi terompet yang bersahut-sahutan biasanya belum lengkap jika tidak diikuti dengan pesta petasan dan kembang api. Sebagaimana membunyikan trompet, tradisi ini merupakan ritual untuk mengusir setan di dalam tradisi bangsa Cina. Selain itu, petasanjuga dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan. [anggi satriadi/bataviase.co.id/pesantren virtual] -- islampos.com
Memang gan, sebagai umat islam kita hendaknya hanya menghormati perayaan tahun baru tersebut
BalasHapusBukannya meniup terompet yang seperti kaum yahudi, dan sebagainya